Kamis, 24 Mei 2012

Proses Belajar Dalam Penyuluhan Pertanian

  1. Pendahuluan
Di masyarakat tumbuh kebutuhan yang meningkat akan adanya bimbingan dan penyuluh atau tenaga yang mampu mengembangkan ketrampilan hubungan antarorang pada umumnya. Tenaga seperti ini diperlukan di berbagai lingkungan , seperti di sekolah, lingkungan industri, ketenaga-kerjaan, dan terutama di bidang pertanian.
Sebelum terjun dalam lingkungan kerja tertentu, seorang calon penyuluh perlu menjalani dan terlibat langsung di dalam latihan yang baik dan mantap guna mengembangkan kemahiran dalam pemakaian ketrampilan penyuluhan.

Dalam suatu hubungan penyuluhan, penyuluh yang terlatih dengan baik mempunyai sejumlah metode yang dapat digunakannya untuk membantu klien. Suatu metode dapat dipandang sebagai usaha penyuluhan bilamana ia memiliki persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipenuhinya.
Kemampuan penyuluh yang efektif berarti kemampuan menggunakan ketrampilan-ketrampilan yang benar-benar tepat sesuai dengan tuntutan suasana. Untuk dapat mengajarkan ketrampilan menyuluh, pengajar perlu memiliki tingkat kematangan yang tinggi dan kemampuan yang mentap dalam mengadakan hubungan antar orang. Dari segi pribadinya pengajar hendaknya memiliki kepribadian yang hangat, terbka, menerimadiri sendiri dan mampu mengungkapkan (membuka) diri sendiri.
Penyuluhan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan dalam suasana hubungan tatap muka antara dua orang; yng satu oleh karena keahliannya membantu yang lain untuk mampu mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Orang yang memberi bantuan disebut penyuluh dan yang diberi bantuan disebut klien.. Dan sering kita katakan bahwa penyuluhan itu alat daripada bimbingan. Dengan kata lain, bimbingan itu diberikan melalui penyuluhan. Dengan demikian keberhasilan bimbingan banyak ditentukan bagaimana penyuluh itu dilakukan. Untuk dapat melakukan penyuluhan secara lebih terarah, penyuluh dituntut untuk benar-benar menguasai ketrampilan dan pengetahuan dalam melaksanakan penyuluhan.
  1. Pembahasan
Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan. Proses belajar yang seharusnya dilakukan dalam penyuluhan adalah proses pendidikan yang diterapkan dalam pendidikan orang dewasa (adult education/andragogie). Di dalam penyuluhan, pendidikan orang dewasa bersifat seperti sukarelawan, artinya tidak ada paksaan dalam melakukan penyuluhan.
Dalam proses pendidikan dan pengajaran, guru dan pendidik berkewajiban menyampaikan pengetahuan, pengalaman, informasi yang selanjutnya diubah menjadi pesan-pesan pendidikan dan disajikan dalam proses pembelajaran. Tentu saja pengajaran bersumber dari Garis-Garis Besar Program Pengajaran, dimana terdapat komponen-komponen Tujuan Instruksional Umum, pengalaman belajar (metode dan media) pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan. Untuk menyampaikan materi pelajaran sehubungan dengan upaya pencapaian tujuan instruksional yang telah ditentukan itu, maka siswa dan guru perlu menggunakan media yang cocok dan konsisten dengan komponen-komponen GBPP tersebut (Santoso, 1970).
Penggunaan media pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan mutu proses dan kegiatan belajar mengajar. Terjadinya peningkatan mutu tersebut disebabkan oleh
  1. Siswa dapat mendengarkan atau melihat sendiri hal-hal yang tadinya bersifat abstrak. Berkat media pendidikan, maka pengajran yang disajikan menjadi kongkrit dan realistic.
  2. Siswa dan guru mendapat bantuan dan kemudahan dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga guru mudah menyampaikan materi pelajaran dan siswa mudah menerima bahan-bahan yang disampaikan.
  3. Media pendidikan merupakan ‘perantara” yang menyambungkan antara siswa (penerima informasi) dan guru (yang menyampaikan informasi).
  4. Siswa dapat menerima dan memperoleh bahan/informasi secara tepat dan sesuai keadaannya dalam suasana yang menarik dan menyenangkan siswa.
(Oemar, 1990).
Dalam mempersiapkan latihan pertama-tama hendaknya dijelaskan maksud dan tujuan latihan itu secara jelas, tepat dan terperinci. Para calon peserta diberikan kesempatan untuk mengemukakan maksud dan tujuan mengikuti latihan dan bantuan perlu diberikan agar para peserta mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk mengemukakan maksud dan tujuan mereka secara terbuka. Proses ini mungkin memakan waktu yang lama dan melalui proses inilah si (calon) pelatih akan dapat mengetahui tingkat perkembangan kelompok yang diasuhnya itu (Munro et all, 1983).
Adapun karakteristik pendidikan orang dewasa dalam kaitannya dengan proses belajar di dalm penyuluhan adalah sebagai berikut:
  1. Proses belajar yang berlangsung secara lateral atau horizontal, yaitu proses belajar bersama, dimana semua pihak yang terlibat saling bertukar informasi, pengetahuan, dan pengalaman.
  2. Kedudukan penyuluh tidak berada di atas atau lebih tinggi dibanding petaninya, melainkan dalam posisi yan sejajar. Kedudukan sebagai mitra sejajar tidak hanya terletak pada prose pertukaran informasi, pengetahuan dan pengalaman selama berlangsungnya kegiatan penyuluhan, tetapi di mulai dari sikap pribadi selama berkomunikasi, sikap saling menghargai, saling menghormati, dan saling memperdulikan antar penyuluh dan petani karena mereka saling membutuhkan dan memiliki kepentinan dan tujuan yang sama dalam meningkatkan kemajuan pertanian.
  3. Peran penyuluh bukan sebagai guru yang harus menggurui petani/masyarakat, melainkan sebatas sebagai fasilitatir yang membantu proses belajar, baik selaku moderator (pemandu acara), motivator (yang merangsang dan mendorong proses belajar) atau sekedar nara sumber manakala terjadi “kebuntutan” dalam proses belajar yang berlangsung.
  4. Dalam proses persiapan pelaksanaan kegiatan penyuluhan, perlu memperhatikan karakteristik orang dewasa dan karakteristik emosional.
  5. Materi penyuluhan harus berangkat dari “kebutuhan yang dirasakan”.
Terutama menyangkut:
  1. kegiatan yang sedang dan akan dilaksanakan
  2. masalah yang sedang dan akan dihadapi.
  3. Perubahan-perubahan yang diperlukan atau diinginkan.
  4. Tempat dan waktu pelaksanaan penyuluhan, sebaiknya juga harus disesuaikan dengan kesepakatan masyarakat, yaitu:
    1. Tempat penyuluhan tidak harus selalu dihamparan/lahan usaha tani, tidak harus menetap, tatapi dapat berpindah-pindah sesuai dengan materi dan kesempatan yang dimiliki.
    2. Hari dan waktu pertemuan, tidak harus tetap tetapi yang penting harus ada kepastian.
    3. Selang waktu kunjungan tidak harus dua minggu sekali, tetapi yang penting dilakukan pertemuan (kunjungan) 2 kali dalam sebulan, atau untuk masyarakat jawa dapat diundur sedikit menjadi 2 kali dalam selapan (35) hari.
7. Keberhasilan proses belajar, tidak diukur dari seberapa banyak terjadi “transfer of knowledge”, tetapi lebih memperhatikan seberapa jauh terjadi dialog (diskusi,sharing) antar peserta kegiatan penyuluhan. Berlangsungnya dialog seperti ini neniliki arti yang sangat pentinh, kaitannya dengan:
  1. Penggalian inovasi yang ditawarkan dari luar maupun indegenuous technology yang digali atau warisan generasi tua.
    1. Peluang diterima dan keberhasilan inovasi yang ditawarkan.
    2. Berkembnagnya partisipasi masyarakat dalam bentuk untuk merasakan memiliki, keharusan, turut mengamankan segala keputusan yang disepakati (melaksanakan, monitoring dll).
Berkaitan proses belajar yang berlangsung dalam kegiatan penyuluhan perlu juga diperhatikan pentingnya:
  1. Proses belajar yang tidak harus melalui system sekolah, yang memungkinkan semua peserta dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar bersama.
  2. Tumbuh dan berkembangnya semangat belajar seumur hidup, dalm arti pentingnya rangsangan, dorongan, dukungan, dan pendamping terus menerus secar berkelanjutan.
  3. Tempat dan waktu penyuluhan, harus disepakati lebih dahulu dengan calon peserta kegiatan dengan lebih memperhatikan kepentingan atau kesediaan mereka. Pemilihan waktu dan tempat penyuluhan tidak boleh ditetapkan sendiri oleh penyuluh/fasilitatornya menurut kegiatan dan waktu yang disediakannya.
  4. Tersediannya perlengkapan penyuluhan (alat Bantu dan alat peragaaan terutama yang berkaitan dengan: pangliatan/pencahayaan dan paendengaran). Perlengkapan yang disediakan, sebaiknya berupa alat Bantu dan peraga berupa contoh riil yang dapat disediakan dan dapat digunakan sesuai kondisi setempat.
  5. Materi ajaran tidak harus bersumber dari textbook, tetapi dapat dari media masa seperti: Koran, tabloid, laporan, radio, telavisi,pertunjukan kesenian, perjalanan, termasuk cerita rakyat maupun pesan-pesan generasi tua/para pendahulu, maupun pengalaman kerja dan pengalaman sehari-hari.
  6. Materi ajakan tidak harus baru (up to date), tetapi dapat juga cerita kuno, atau praktek-praktek lam yang sebenarnya sudah pernah dilakukan tetapi lama ditinggalkan.
  7. Sumber bahan ajar, tidak harus berasal dari orang-orang pintar, tokoh masyarakat atau pejabat, melainkan dari siapa saja (termasuk pihak-pihak yang sering direndahkan).
  8. Pengembangn kebiasaan untuk bersama-sama mengkaji atau mengkritisi setiap inovasi (dari manapun subernya), kaitannya dengan peluang dan ancaman, manfaat/keuntungan yang akan diharapkan dari resiko yang akan ditanggung, serta tungkat kesesuaian dengan keadan alami/fisik, kemampuan ekonomi, daya nalar, agama, adapt, kepercayaan, dan norma kehidupan masyarakat setempat.
  9. Keberhasilan fasilitator atau nara sumber tidak selalu harus diterima sebagai penentu tetapi cukup sebagai pemberi pertimbangan bagaimanapun keputusan sangat tergantung kepada masing-masing individu atau kesepakatan masyarakat setempat.
  1. Penutup
Proses belajar dalam penyuluhan pertanian diterapkan dalam pendidikan orang dewasa atau adult education. Dalam system belajar yang demikian maka kedudukan dari penyuluh dengan masyarakat adalah sejajar atau horizontal, karena proses belajar dilakukan secara bersama-sama baik penyuluh itu sendiri maupun orang yang diberikan penyuluhan selain itu peran penyuluh hanya sebatas sebagai fasilitator yang membantu dalam proses belajar, baik sebagai motivator, moderator atau sekedar sebagai narasumber.
Sebelum dilakukan proses belajar dalam penyuluhan, salah satu aspek yang harus dilakukan pertama kali adalah dalam hal menentukan maksud dan tujuan dari proses belajar tersebut. Hal ini dimaksudkan agar penyuluh maupun klien atau orang yang diberikan penyuluhan dapat memahami dengan seksama apa yang akan mereka pelajari bersama.
Keberhasilan dalam proses belajar, tidaklah diukur dari seberapa banyak terjadi “transfer of knowledge”, tetapi lebih memperhatikan terhadap seberapa jauhnya tingkat dialog (diskusi,sharing) antar peserta kegiatan penyuluhan itu sendiri.
Hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses belajar penyuluhan pertanian adalah ketersediaan fasilitas belajar yang memadai. Fasilitas tersebut antara lain tempat atau ruangan, waktu, alat untuk menunjang pelaksanaan penyuluhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Harap Komentar Tidak Mengandung Unsur SARA